Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas didefinisikan sebagai orang yang mempunyai keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik jangka panjang yang dapat menghambat interaksi dengan lingkungan dan berakibat pada kurangnya partisipasi dan kesetaraan di dalam masyarakat. Sampai dengan saat artikel ini ditulis, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa sekitar 1,3 miliar orang (atau 1 dari 6 orang) di dunia adalah penyandang disabilitas. Jumlah tersebut meliputi penyandang disabilitas di semua derajat kecacatan. Derajat kecacatan pertama mencakup penyandang disabilitas yang masih mampu melaksanakan aktivitas meskipun dengan kesulitan. Derajat kecacatan terparah adalah derajat keenam, yaitu penyandang disabilitas yang tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari meskipun dibantu penuh oleh orang lain.
Karena keterbatasan partisipasi di masyarakat, penyandang disabilitas sering diperlakukan berbeda dan akhirnya sulit untuk mendapatkan hak yang setara. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyelenggarakan konvensi yang bertujuan untuk melindungi dan menjamin hak asasi manusia dari semua penyandang disabilitas serta mengangkat martabat yang melekat pada mereka. Salah satu artikel dari konvensi tersebut adalah tentang hidup mandiri dan diikutsertakan dalam masyarakat (inklusi). Penyandang disabilitas memiliki akses ke berbagai layanan dukungan (support services) baik di rumah, perumahan, dan komunitas lainnya, termasuk personal assistance yang diperlukan untuk mendukung kehidupan dan inklusi dalam komunitas, dan untuk mencegah isolasi atau pemisahan dari komunitas.
Di sisi lain, penyandang disabilitas umumnya rentan terhadap masalah komunikasi. Dalam hal ketika mereka menjadi pasien di rumah sakit, kurangnya komunikasi dapat menyebabkan risiko tinggi munculnya adverse event, yaitu masalah medis tak terduga yang terjadi selama perawatan dengan obat atau terapi lain. Beberapa intervensi untuk mengurangi risiko tersebut perlu dikembangkan dan dievaluasi, salah satunya adalah teknologi asistif yang dimaksudkan untuk membantu komunikasi penyandang disabilitas (communication aid).Communication aid yang dikembangkan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sekaligus derajat kecacatan dari penyandang disabilitas. Oleh karena itu, jenis communication aid tentunya berbeda-beda. Untuk penyandang disabilitas yang masih bisa bersuara, communication aid dengan masukan berupa speech masih dapat digunakan. Lain halnya jika penyandang disabilitasnya tidak dapat berbicara, maka masukan/modalitas jenis lain perlu dipertimbangkan. Dalam artikel ini, akan kita coba bahas beberapa contoh jenis masukan/modalitas yang dapat digunakan sebagai communication aid untuk penyandang disabilitas.
1. Brain-Computer Interface (BCI)
Gambar 1 Ilustrasi Brain-Computer Interface (BCI)
Brain-computer interface memungkinkan penyandang disabilitas yang tidak mampu menggerakkan anggota tubuhnya untuk berkomunikasi menggunakan sinyal otak (brain wave). Sinyal otak diakuisisi dengan sensor tertentu, yang paling umum adalah EEG (Electroencephalogram), kemudian diproses dengan algoritma tertentu untuk ditampilkan ke sebuah display sehingga orang lain dapat diajak berkomunikasi.
2. Speech Recognition System
Sesuai namanya, speech recognition system berupa sebuah sistem yang dapat mengenali ucapan (speech) dari penggunanya. Pertanyaan pertama yang mungkin muncul adalah jika penyandang disabilitas masih dapat bersuara, kenapa butuh communication aid? Tidak semua penyandang disabilitas yang dapat bersuara bisa berbicara dengan jelas. Misalnya, penderita cerebral palsy dengan tingkat keparahan tertentu tidak dapat berbicara dengan jelas akibat dari ketegangan otot di mulut. Oleh karena itu, sistem menggunakan ucapan pengguna sebagai data latih sehingga nantinya sistem dapat mengenali ucapan selanjutnya dari pengguna.
3. Special Keyboard
Lagi-lagi sesuai namanya, special keyboard merupakan keyboard yang didesain khusus untuk penyandang disabilitas yang ingin mengoperasikan komputer. Contoh dari special keyboard adalah Key-X keyboard. Key-X didesain untuk penderita cerebral palsy atau penderita disabilitas motorik lain. Keyboard ini hanya memiliki 11 tombol dan diharapkan mudah untuk digunakan oleh penyandang disabilitas motorik.
4. Mouse Alternatives
Bagi penyandang disabilitas motorik, alternatif untuk mouse konvensional yang dapat dikendalikan dengan keterbatasan fungsi motorik sangatlah diperlukan. Contoh alat yang menawarkan fitur adalah joystick, trackpad, trackball, dan switch interface. Alat- alat tersebut dapat membantu penyandang disabilitas motorik dalam menggunakan komputer ketika fungsi motorik tidak dapat lagi digunakan untuk mengendalikan mouse maupun keyboard konvensional.
5. Gaze and Eye Movement
Gambar 2 Ilustrasi Alat Gaze and Eye Movement
Ketika fungsi motorik dari penyandang disabilitas berada pada level di mana sangat sulit untuk digunakan, namun masih bisa menggerakkan bola matanya, teknologi ini sangat membantu. Penyandang disabilitas cukup memanfaatkan gerakan matanya untuk dapat mengetik pada virtual keyboard. Tobii dynavox adalah salah satu produk yang beredar di pasaran yang menggunakan teknologi tersebut.
Beberapa teknologi di atas adalah beberapa contoh yang menunjukkan bahwa teknologi asistif berbasis information and communication technology akan sangat berguna bagi penyandang disabilitas yang jumlahnya sekitar 15% dari populasi dunia. Contoh-contoh tersebut hanya gambaran umum saja. Detail tentang teknologi tersebut dapat dipelajari lebih lanjut di bidang ilmu bersesuaian, misalnya teknik elektro.
Oleh : Suatmi Murnani