Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dipercaya merupakan salah satu sumber energi alternatif dimasa depan yang ramah lingkungan. Secara global, peningkatan sistem PLTS terpasang merupakan yang tertinggi disbanding dengan sumber energi alaternatif lainnya seperti angin dan air. Namun penerapan PLTS di Indonesia masih cenderung lambat karena beberapa hal diantaranya adalah pemahaman yang kurang tentang sistem PLTS tersebut. Dalam artikel ini, akan disampaikan dengan jenis PLTS beserta karakteristiknya.
Sistem PLTS dibagi menjadi tiga, yaitu jenis ongrid, sistem offgrid dan sistem hybrid. Sistem ongrid artinya energi listrik yang diperoleh dari panel surya dimasukkan ke jala-jala PLN melalui kWh meter exim (export import), tentu saja setelah diubah ke AC dan disamakan frekuensi dan fasenya. Dalam jenis ini, pelanggan menjual energi listrik yang diperoleh ke PLN dengan harga 65% dari harga yang biasanya pelanggan beli dari PLN. Total penjualan dalam satu bulan akan menjadi pengurang tagihan yang pelanggan harus bayar. Sistem ini memiliki kelebihan lebih ekonomis karena tidak memerlukan batere dimana batere untuk penyimpan energi. Perlu diketahui bahwa batere merupakan salah satu komponen dengan harga yang cukup tinggi. Kekurangan jenis ini adalah ketika listrik PLN mati di malam hari maka tidak ada supplai energi listrik ke rumah.
Jenis PLTS yang kedua adalah offgrid. Pada jenis ini energi listrik yang diperoleh dari panel surya akan digunakan untuk mensuplai beban rumah dan jika berlebih akan disimpan dalam batere. Sistem ini biasanya dipakai di daerah yang tidak terjangkau jaringan listrik PLN. Kelebihan dari sistem ini adalah tidak tergantung pada keberadaan listrik jala-jala PLN. Sedangkan kekurangan sistem ini adalah energi listrik yang diperoleh sangat tergantung pada cuaca dan kapasitas energi yang tersimpan di batere. Selain itu sistem ini membutuhkan batere yang harganya tidak murah.
Jenis PLTS yang ketiga adalah hybrid. Pada sistem hybrid, energi listrik berasal dari PLTS dan dari PLN. Sistem hybrid dibagi menjadi dua yaitu hybrid offgrid dan hybrid ongrid. Perbedaannya terletak pada ketersediaan kWh meter exim. Pada hybrid offgrid tidak diperlukan kWh meter exim sedangkan pada hybrid ongrid diperlukan. Prioritas penggunaan energi listrik yang diperoleh dari PLTS digunakan untuk beban. Jika ada sisa energi, maka akan digunakan untuk mengisi batere. Pada hybrid offgrid apabila energi listrik yang diperoleh dari panel mencukupi untuk beban dan kondisi batere telah penuh, maka akan ada sebagian energi yang tidak terpakai. Sedangkan pada hybrid ongrid, sisa energi yang diperoleh dari PLTS akan dimasukkan ke jala-jala PLN. Pada dasarnya komponen batere di sistem hybrid adalah wajib, namun ada beberapa inverter hybrid yang dapat bekerja walupun tidak tersambung dengan batere. Namun apabila dilihat di dalamnya, terminal yang tersambung dengan batere tersambung juga dengan kapasitor bank yang berfungsi sebagai pengganti batere.
Jadi sistem mana yang terbaik, maka jawabannya adalah tergantung kondisi dan kebutuhan pelanggan. Untuk pelanggan yang tidak terlayani oleh PLN maka alternatifnya adalah hanya satu yaitu sistem offgrid. Sedangkan pelanggan yang terjangkau dengan layanan PLN maka bisa memilih semua kemungkinan yang ada. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan di awal terkait dengan PLTS yang akan dirancang diantaranya: profil beban, biaya, dan karakteristik penyinaran matahari. Penjelasan lebih lanjut tentang perancangan ini dapat disimak di artikel berikutnya. Terima kasih.
Info Penulis:
Hendra Setiawan (Dosen Teknik Elektro UII)